Friday, March 30, 2007

Menhan Malingsia Sangkal Minta Maaf ke RI Soal Ambalat

Nurvita Indarini - detikcom

Kualalumpur - Masalah perairan Ambalat merupakan masalah yang sensitif untuk Indonesia dan Malingsia. Armada Malingsia yang kerap melintas di perairan itu kerap memicu ketegangan. Terkait hal itu, Menhan Juwono Sudarsono mengatakan pihak Malingsia sudah menyampaikan maafnya secara informal.

Namun pernyataan Juwono disangkal Menhan Malingsia Datuk Seri Najib Tun Razak. Demikian dilansir thestar.com, Jumat (30/3/2007).

"Laporan itu menyatakan bahwa saya telah meminta maaf kepada Menhan Indonesia. Tapi isu soal permintaan maaf ini tidak benar. Saya tidak minta maaf ke Menhan Indonesia saat beberapa waktu yang lalu ke Bali," ujar Najib kepada wartawan usai memimpin rapat dewan tertinggi UMNO.

Saat bertemu Juwono, Najib mengaku hanya mengatakan perlunya sebuah perjanjian untuk menghindari terjadinya insiden yang tidak diinginkan.

"Dia (Juwono) setuju kalau kita harus membuat peraturan perjanjian yang kuat, khususnya untuk tingkat kepemimpinan militer di tinggkat bawah," imbuhnya.

Ditambahkan Najib juga, Indonesia dan Malingsia telah setuju bahwa para petugas kapal harus bertindak secara bijak, menghindari sikap-sikap emosional, dan mematuhi peraturan perjanjian.

"Kami mempertimbangkan hubungan politik yang baik dari pemimpin kedua negara. Tidak ada alasan isu Ambalat tidak bisa dinegosiasikan antara kedua negara yang memiliki hubungan baik. Jadi, soal permintaan maaf itu, belum ada," tukasnya.

Pada Rabu 28 Maret, Menhan Juwono Sudarsono menyatakan, ketika bertemu Menhan Najib di Bali, Najib meminta maaf secara informal. "Dia bilang, budak-budak (anak-anak) di sana memang kurang dikendalikan," kata Juwono mengutip Menhan Malingsia. (nvt/nrl)

Source: Detik

Menteri Pertahanan Malingsia Minta Maaf

Jakarta, Kompas - Menteri Pertahanan Malingsia Dato' Hj Zainal Abidin bin Hj Zin secara informal meminta maaf kepada Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono terkait peristiwa di kawasan perairan Ambalat yang berbatasan dengan Malingsia.

Permintaan maaf itu disampaikan Zainal di sela-sela pertemuan informal Menteri Pertahanan se-Asia Tenggara kedua di Bali, Sabtu pekan lalu. "Menteri Pertahanan Malingsia berjanji akan lebih memberi peringatan kepada anak buahnya di lapangan atau di laut," ujar Juwono di Sekretariat Negara, Rabu (28/3).

Menurut Juwono, Zainal menggunakan kalimat, "budak-budak di sana (anak buah) memang kurang dikendalikan" saat menjelaskan peristiwa di perairan Ambalat bisa terjadi.

"Kita juga ingin pada tingkat pelaksanaan di lapangan diperhatikan soal kejenuhan petugas patroli. Karena kejenuhan, petugas suka main-main dan mengganggu," ujar Juwono.

Untuk masalah Blok Ambalat, menurut Juwono, yang penting ada rules of enggangement (aturan pelibatan) yang dipatuhi. Dengan aturan itu, setiap kali ada pelanggaran dan setelah diberi peringatan, pelanggar pergi.

Menurut Juwono, pelanggaran kedaulatan bisa terjadi lantaran perbatasan di laut sering kali sulit dipastikan terkait masalah perhitungan koordinat. "Kita pahami, mereka tidak ada niat untuk sengaja melanggar," ujarnya.

Terkait permintaan maaf ini, Atase Pertahanan Malingsia di Indonesia Kolonel Ramlee yang turut ke Bali ketika dikonfirmasi memilih tidak berkomentar karena tidak tahu persis apa yang dibicarakan kedua menteri.

"Apa sebenarnya yang dikatakan, saya tidak dengar. Lagi pula, setahu saya, tidak ada pelanggaran apa-apa di Ambalat. TNI tidak berkomentar. Yang berkomentar hanya media massa," ujarnya. (INU)

Source: Kompas

Thursday, March 15, 2007

Dokter Malingsia Siksa TKI dengan Makan Puluhan Cabai

M Atqa - detikcom

Kuala Lumpur - Entah untuk keberapa kalinya, penyiksaan sadis terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malingsia terus terjadi. Kali ini terjadi terhadap Sutimah Binti Nuh (30), pembantu asal Kendal, Jawa Tengah.

Bekas kulit terbakar jelas terlihat di sekujur tubuh Sutimah. Mulai dari leher, punggung, tangan dan kaki. Tidak hanya disiram air panas, dia juga disiram air keras dan beberapa kali dipaksa untuk mengunyah puluhan cabai dan menelannya disaat dirinya belum diberi makan seharian. Belum lagi pukulan bertubi-tubi yang dia terima.

Wanita bertubuh kurus ini bekerja dengan majikannya, Junaidi bin Ismail dan Sahidatul Rizan (Keduanya dokter), mulai pada 22 Oktober 2006. Ironisnya, majikannya ini berprofesi sebagai dokter yang seharusnya merawat dan mengobati orang.

Namun nasib yang diterima Sutimah ternyata berbeda. Di saat dia bertugas merawat anak perempuan majikannya itu yang berumur 1,5 tahun, dia kerap kali mendapat penyiksaan.

Menurut penuturan Sutimah seperti dilaporkan koresponden detikcom di Kuala Lumpur, M Atqa, Kamis (15/3/2007), penyiksaan berawal pada 15 Januari 2007 di saat Sutimah memandikan anak majikan.

Tanpa alasan yang jelas, majikan perempuan itu masuk ke kamar mandi dan menyiram punggung Sutimah dengan air panas. Kemudian dia diperintah untuk mandi dengan air dingin dan diolesi dengan body lotion.

Majikan perempuannya itu juga seringkali menjambak dan menyeret Sutimah dengan menarik rambutnya. Sutimah tidak ingat lagi berapa kali majikannya itu memukul dan menampar pipinya. Dia pun pernah didorong hingga terjatuh dan terbentur keras dengan lemari es.

"Ketika puasa saya disuruh makan makanan Arab dan jika menolak saya dijambak, ditendang, disiksa, dan dipukul sampai hidung berdarah," kata Sutimah.

Hingga kini, Sutimah masih menetap di penampungan KBRI Kuala Lumpur untuk pemulihan. Rencananya, Sutimah akan kembali ke Indonesia minggu depan. Dari negosiasi antara pihak KBRI dan pengacara majikannya, Sutimah mendapat biaya ganti rugi sebesar RM 30 ribu (Rp 78 juta) dari majikannya itu.

"Pertama mereka hanya mau memberi RM 8 ribu, tapi kita tekan terus. Sutimah juga akan mendapat ganti rugi dari asuransi. Semuanya akan kita berikan kepadanya," tegas Kepala Bidang Konsuler KBRI, Tatang B Razak sambil menunjukkan lembar fotokopi cek uang. (nrl/nrl)

Dokter Malingsia Siksa TKI dengan Makan Puluhan Cabai

M Atqa - detikcom

Kuala Lumpur - Entah untuk keberapa kalinya, penyiksaan sadis terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malingsia terus terjadi. Kali ini terjadi terhadap Sutimah Binti Nuh (30), pembantu asal Kendal, Jawa Tengah.

Bekas kulit terbakar jelas terlihat di sekujur tubuh Sutimah. Mulai dari leher, punggung, tangan dan kaki. Tidak hanya disiram air panas, dia juga disiram air keras dan beberapa kali dipaksa untuk mengunyah puluhan cabai dan menelannya disaat dirinya belum diberi makan seharian. Belum lagi pukulan bertubi-tubi yang dia terima.

Wanita bertubuh kurus ini bekerja dengan majikannya, Junaidi bin Ismail dan Sahidatul Rizan (Keduanya dokter), mulai pada 22 Oktober 2006. Ironisnya, majikannya ini berprofesi sebagai dokter yang seharusnya merawat dan mengobati orang.

Namun nasib yang diterima Sutimah ternyata berbeda. Di saat dia bertugas merawat anak perempuan majikannya itu yang berumur 1,5 tahun, dia kerap kali mendapat penyiksaan.

Menurut penuturan Sutimah seperti dilaporkan koresponden detikcom di Kuala Lumpur, M Atqa, Kamis (15/3/2007), penyiksaan berawal pada 15 Januari 2007 di saat Sutimah memandikan anak majikan.

Tanpa alasan yang jelas, majikan perempuan itu masuk ke kamar mandi dan menyiram punggung Sutimah dengan air panas. Kemudian dia diperintah untuk mandi dengan air dingin dan diolesi dengan body lotion.

Majikan perempuannya itu juga seringkali menjambak dan menyeret Sutimah dengan menarik rambutnya. Sutimah tidak ingat lagi berapa kali majikannya itu memukul dan menampar pipinya. Dia pun pernah didorong hingga terjatuh dan terbentur keras dengan lemari es.

"Ketika puasa saya disuruh makan makanan Arab dan jika menolak saya dijambak, ditendang, disiksa, dan dipukul sampai hidung berdarah," kata Sutimah.

Hingga kini, Sutimah masih menetap di penampungan KBRI Kuala Lumpur untuk pemulihan. Rencananya, Sutimah akan kembali ke Indonesia minggu depan. Dari negosiasi antara pihak KBRI dan pengacara majikannya, Sutimah mendapat biaya ganti rugi sebesar RM 30 ribu (Rp 78 juta) dari majikannya itu.

"Pertama mereka hanya mau memberi RM 8 ribu, tapi kita tekan terus. Sutimah juga akan mendapat ganti rugi dari asuransi. Semuanya akan kita berikan kepadanya," tegas Kepala Bidang Konsuler KBRI, Tatang B Razak sambil menunjukkan lembar fotokopi cek uang. (nrl/nrl)