Showing posts with label TKI. Show all posts
Showing posts with label TKI. Show all posts

Monday, October 29, 2007

Anwar Ibrahim: Malingsia Memang Suka Remehkan Tenaga Asing

Kasus penyiksaan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malingsia tak pernah habis-habisnya. Pemerintah Malingsia dinilai cenderung meremehkan masalah yang melibatkan tenaga asing.

Mantan Wakil PM Malingsia Anwar Ibrahim menjelaskan, memang ada penelitian yang menunjukkan ada kecenderungan Malingsia meremehkan masalah yang melibatkan pekerja asing, baik Indonesia, Bangladesh, maupun negara lain.


"Tapi saya berpendapat sikap pemerintah terkadang meremehkan tenaga asing dan orang-orang di bawah," kata Anwar di Habibie Center, Jl Kemang Raya, Jakarta Selatan, Senin (29/10/2007).

Kecenderungan menghina, lanjut Anwar, bukan hanya kepada TKI saja tapi juga pekerja asal Bangladesh. Hal itu dilakukan karena TKI dikenal sebagai pekerja asing tanpa izin.

"Tapi kita lupa, kenal Indonesia dulu karena tokoh-tokoh besarnya. Dari zaman Diponegoro, Soekarno Hatta dan sebagainya," ujarnya.

Menurut Anwar, dalam masalah TKI ini seharusnya kedua pemerintah memberikan pandangan yang bijak. Pemerintah Malingsia diimbau untuk mengambil tindakan yang wajar dan tidak membiarkan penganiayaan ini sebagai suatu hal yang remeh.

Sedangkan untuk pemerintah Indonesia, Anwar mengusulkan agar berpendirian yang jelas dan tegas untuk kepentingan rakyat.

"Saya berbincang dengan teman dan menyerah pada kebijaksanaan mereka (Indonesia). Tapi saya mengusulkan agar memberikan pendirian yang agak jelas dan tegas dalam hal yang menyangkut kepentingan rakyat terutama dari sudut keadilan hukum," ujarnya.


Anwar pun setuju dengan pandangan aparat Malingsia yang terkesan lambat dalam menangani masalah TKI.

"Saya setuju. Bahkan pandangan kita juga kemukakan secara terbuka bahwa untuk menjamin hubungan yang lebih baik itu harus kita tunduk kepada hukum dan jangan lengah dan coba menampikkan," pungkasnya.
(mly/umi)

Wednesday, August 29, 2007

Timah Panas Polisi Malingsia untuk TKI

Liputan6.com, Kuala Lumpur: Polisi malingsia pun terkenal "ringan tangan" pada tenaga kerja Indonesia. Bahkan, tak segan melontarkan timah panas. Pada Maret 2006, seorang TKI bernama Puji Lestari, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Banjarejo, Blora, Jawa Tengah, dipulangkan dalam peti jenazah. Perempuan itu tewas ditembak polisi malingsia.

Dalam dokumen yang dikirim Kepolisian Diraja malingsia disebutkan, korban menjemput ajal akibat ditembak aparat polisi di sana. Penembakan dilakukan setelah polisi menggerebek sebuah kamp TKI ilegal. Delapan orang ditangkap, termasuk Puji. Saat itulah korban diduga melawan, sehingga polisi menarik pelatuk pistol.

Nasib Unus bin Arte masih lebih baik. Pada Agustus 2004, razia terhadap pekerja asing ilegal di malingsia, khususnya di wilayah perkotaan, digelar. Unus, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur, berusaha menghindari petugas yang tengah melakukan razia di kawasan Rawang, Selangor. Tindakan ini membuat paha kirinya koyak ditembus peluru.

Pemerintah RI lalu melayangkan nota protes keras pada pemerintah malingsia atas insiden ini. Tak lama berselang, Menteri Hal Ikhwal Dalam Negeri malingsia menyampaikan penyesalannya.(Liputan 6)

Saturday, May 19, 2007

Diduga Diperkosa, Jenazah Wanita WNI Ditemukan di Tanjung Bungah

Arifin Asydhad - detikcom

Penang - Sesosok jenazah perempuan ditemukan di pinggir pantai di Tanjung Bungah, Penang, Malaysia. Jenazah yang belum diketahui identitasnya secara jelas itu diduga warga Indonesia.

Seperti diberitakan The Star, Sabtu (19/5/2007), jenazah perempuan itu ditemukan pertama kali oleh seseorang yang sedang joging di pinggir pantai pada pukul 07.15 waktu setempat, Jumat (18/5/2007) kemarin. Lantas, orang itu pun melaporkannya kepada polisi.

Jenazah perempuan itu terbalut rok mini dan blus tanpa lengan warna hitam. Dari jenazahnya terlihat, perempuan itu tewas akibat dicekik. Ada bekas cekikan di lehernya.

Saat jenazah ditemukan, rok dan blus perempuan itu sudah tersingkap. Polisi meyakini perempuan itu telah mengalami kekerasan seksual dan pemerkosaan.

Polisi setempat tidak melihat kasus ini sebagai kasus perampokan. Sebab, di jari manis perempuan itu masih terpasang cincin emas. Sementara di pergelangan tangannya masih melekat sebuah jam tangan. (asy/nvt)

Source: Detik

Friday, May 11, 2007

Milisi Pemerintah Dibiarkan Menyiksa dan Memeras Para Pekerja Migran

Kuala Lumpur, Rabu - Kelompok pembela dan pemerhati hak asasi manusia bernama Human Rights Watch atau HRW, Rabu (9/5), mendesak Malingsia membubarkan milisi yang menyiksa dan memeras para pekerja migran.

Perbuatan milisi bernama Ikatan Relawan Rakyat—dikenal dengan sebutan RELA—dan dikenal sebagai pasukan yang ditakuti itu melanggar hak asasi manusia. RELA bertanggung jawab atas tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di pusat-pusat penampungan pekerja migran ilegal.

RELA yang beranggotakan 500.000 orang itu memiliki seragam, senjata, dan dibentuk pada 1972 untuk menjaga keamanan publik. Kini RELA mengepung pekerja migran ilegal berupah murah, yang masuk ke Malingsia justru karena kebutuhan dan fasilitas yang juga diberikan sejumlah perusahaan di Malingsia.

"Saat bertugas, RELA didampingi polisi atau juga petugas imigrasi. Mereka sering beraksi pada malam hari tanpa surat tugas dan menyerbu para pekerja migran," demikian pernyataan HRW.

Berdasarkan peraturan di Malingsia, RELA diizinkan menangkap siapa saja yang dianggap layak menjadi korban tanpa surat tugas. RELA kebal hukum dan bebas menggunakan senjata.

HRW mengatakan RELA juga bertindak brutal terhadap manusia, memeras uang, mengambil telepon seluler, perhiasan, dan barang-barang keperluan rumah tangga milik pekerja asing.

Brad Adams, Direktur Asia HRW, mengatakan, "Sebaiknya RELA dibubarkan saja." HRW yang bermarkas di New York itu mengatakan RELA sering menggerebek pengungsi. Pekerja legal jadi sasaran dan identitas resmi mereka pun sering dilucuti untuk menunjukkan bahwa korban memang layak digerebek.

Pada 5 April 2007 RELA menangkap 20 pencari suaka dari Myanmar, padahal pengungsi itu diakui resmi oleh Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Akhir Maret 2007 anggota RELA mengambil Rp 4,5 juta dari sebuah rumah hunian pekerja Indonesia. Maret 2007 pekerja migran sah dari India ditahan selama empat hari.

Malingsia sebagai xenofobia

HRW menuduh Malingsia sebagai xenofobia dan menggunakan RELA untuk menciduk warga asing. HRW mengecam Malingsia yang tidak sadar akan identitasnya sebagai Asia.

Pemimpin Pasukan Keamanan Departemen Imigrasi Malingsia, Ishak Mohamed, mengabaikan pernyataan HRW dan mendukung semua tindakan RELA. Ishak mengatakan pekerja ilegal asing itu adalah musuh publik dan adalah tugas RELA untuk membasminya. (AP/AFP/MON)

Source: Kompas

Wednesday, May 9, 2007

Wanita Indonesia Diperkosa & Dirampok di Malingsia

Rita Uli Hutapea - detikcom

Kuala Lumpur - Maksud hati ingin mencari pekerjaan di negeri seberang, wanita Indonesia ini malah menemui kemalangan. Dia dirampok dan diperkosa oleh dua orang pria yang menyamar sebagai polisi. Duh!

Kejadian memilukan ini terjadi di Malingsia. Korbannya, seorang WNI berusia 29 tahun. Demikian seperti diberitakan harian Malingsia, The Star, Rabu (9/5/2007).

Peristiwa ini terjadi ketika korban mengambil jalan pintas melalui gang kecil untuk menuju losmen tempatnya menginap. Saat itulah, dua pria mencegatnya.

Pria-pria yang menyamar sebagai polisi itu menunjukkan sepasang borgol kepada perempuan Indonesia yang tidak disebutkan namanya itu. Mereka juga menanyakan kartu identitas korban.
Saat korban tak bisa menunjukkan kartu yang diminta, kedua pria itu menyuruh WNI itu naik ke salah satu motor mereka. Keduanya berdalih akan membawa korban ke kantor polisi.

Namun mereka malah membawanya ke sebuah perkebunan. Di sanalah, korban diperkosa. Semua barang miliknya pun dibawa kabur. Setelah puas mengerjai korbannya, kedua penjahat itu kabur meninggalkan korban seorang diri.

Korban akhirnya berhasil keluar dari perkebunan itu dan ditolong oleh beberapa orang yang melintas di daerah tersebut. Peristiwa ini pun dilaporkan ke polisi. (ita/nrl)

Source: Detik

Thursday, March 15, 2007

Dokter Malingsia Siksa TKI dengan Makan Puluhan Cabai

M Atqa - detikcom

Kuala Lumpur - Entah untuk keberapa kalinya, penyiksaan sadis terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malingsia terus terjadi. Kali ini terjadi terhadap Sutimah Binti Nuh (30), pembantu asal Kendal, Jawa Tengah.

Bekas kulit terbakar jelas terlihat di sekujur tubuh Sutimah. Mulai dari leher, punggung, tangan dan kaki. Tidak hanya disiram air panas, dia juga disiram air keras dan beberapa kali dipaksa untuk mengunyah puluhan cabai dan menelannya disaat dirinya belum diberi makan seharian. Belum lagi pukulan bertubi-tubi yang dia terima.

Wanita bertubuh kurus ini bekerja dengan majikannya, Junaidi bin Ismail dan Sahidatul Rizan (Keduanya dokter), mulai pada 22 Oktober 2006. Ironisnya, majikannya ini berprofesi sebagai dokter yang seharusnya merawat dan mengobati orang.

Namun nasib yang diterima Sutimah ternyata berbeda. Di saat dia bertugas merawat anak perempuan majikannya itu yang berumur 1,5 tahun, dia kerap kali mendapat penyiksaan.

Menurut penuturan Sutimah seperti dilaporkan koresponden detikcom di Kuala Lumpur, M Atqa, Kamis (15/3/2007), penyiksaan berawal pada 15 Januari 2007 di saat Sutimah memandikan anak majikan.

Tanpa alasan yang jelas, majikan perempuan itu masuk ke kamar mandi dan menyiram punggung Sutimah dengan air panas. Kemudian dia diperintah untuk mandi dengan air dingin dan diolesi dengan body lotion.

Majikan perempuannya itu juga seringkali menjambak dan menyeret Sutimah dengan menarik rambutnya. Sutimah tidak ingat lagi berapa kali majikannya itu memukul dan menampar pipinya. Dia pun pernah didorong hingga terjatuh dan terbentur keras dengan lemari es.

"Ketika puasa saya disuruh makan makanan Arab dan jika menolak saya dijambak, ditendang, disiksa, dan dipukul sampai hidung berdarah," kata Sutimah.

Hingga kini, Sutimah masih menetap di penampungan KBRI Kuala Lumpur untuk pemulihan. Rencananya, Sutimah akan kembali ke Indonesia minggu depan. Dari negosiasi antara pihak KBRI dan pengacara majikannya, Sutimah mendapat biaya ganti rugi sebesar RM 30 ribu (Rp 78 juta) dari majikannya itu.

"Pertama mereka hanya mau memberi RM 8 ribu, tapi kita tekan terus. Sutimah juga akan mendapat ganti rugi dari asuransi. Semuanya akan kita berikan kepadanya," tegas Kepala Bidang Konsuler KBRI, Tatang B Razak sambil menunjukkan lembar fotokopi cek uang. (nrl/nrl)

Dokter Malingsia Siksa TKI dengan Makan Puluhan Cabai

M Atqa - detikcom

Kuala Lumpur - Entah untuk keberapa kalinya, penyiksaan sadis terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malingsia terus terjadi. Kali ini terjadi terhadap Sutimah Binti Nuh (30), pembantu asal Kendal, Jawa Tengah.

Bekas kulit terbakar jelas terlihat di sekujur tubuh Sutimah. Mulai dari leher, punggung, tangan dan kaki. Tidak hanya disiram air panas, dia juga disiram air keras dan beberapa kali dipaksa untuk mengunyah puluhan cabai dan menelannya disaat dirinya belum diberi makan seharian. Belum lagi pukulan bertubi-tubi yang dia terima.

Wanita bertubuh kurus ini bekerja dengan majikannya, Junaidi bin Ismail dan Sahidatul Rizan (Keduanya dokter), mulai pada 22 Oktober 2006. Ironisnya, majikannya ini berprofesi sebagai dokter yang seharusnya merawat dan mengobati orang.

Namun nasib yang diterima Sutimah ternyata berbeda. Di saat dia bertugas merawat anak perempuan majikannya itu yang berumur 1,5 tahun, dia kerap kali mendapat penyiksaan.

Menurut penuturan Sutimah seperti dilaporkan koresponden detikcom di Kuala Lumpur, M Atqa, Kamis (15/3/2007), penyiksaan berawal pada 15 Januari 2007 di saat Sutimah memandikan anak majikan.

Tanpa alasan yang jelas, majikan perempuan itu masuk ke kamar mandi dan menyiram punggung Sutimah dengan air panas. Kemudian dia diperintah untuk mandi dengan air dingin dan diolesi dengan body lotion.

Majikan perempuannya itu juga seringkali menjambak dan menyeret Sutimah dengan menarik rambutnya. Sutimah tidak ingat lagi berapa kali majikannya itu memukul dan menampar pipinya. Dia pun pernah didorong hingga terjatuh dan terbentur keras dengan lemari es.

"Ketika puasa saya disuruh makan makanan Arab dan jika menolak saya dijambak, ditendang, disiksa, dan dipukul sampai hidung berdarah," kata Sutimah.

Hingga kini, Sutimah masih menetap di penampungan KBRI Kuala Lumpur untuk pemulihan. Rencananya, Sutimah akan kembali ke Indonesia minggu depan. Dari negosiasi antara pihak KBRI dan pengacara majikannya, Sutimah mendapat biaya ganti rugi sebesar RM 30 ribu (Rp 78 juta) dari majikannya itu.

"Pertama mereka hanya mau memberi RM 8 ribu, tapi kita tekan terus. Sutimah juga akan mendapat ganti rugi dari asuransi. Semuanya akan kita berikan kepadanya," tegas Kepala Bidang Konsuler KBRI, Tatang B Razak sambil menunjukkan lembar fotokopi cek uang. (nrl/nrl)