Kuala Lumpur, Rabu - Kelompok pembela dan pemerhati hak asasi manusia bernama Human Rights Watch atau HRW, Rabu (9/5), mendesak Malingsia membubarkan milisi yang menyiksa dan memeras para pekerja migran.
Perbuatan milisi bernama Ikatan Relawan Rakyat—dikenal dengan sebutan RELA—dan dikenal sebagai pasukan yang ditakuti itu melanggar hak asasi manusia. RELA bertanggung jawab atas tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di pusat-pusat penampungan pekerja migran ilegal.
RELA yang beranggotakan 500.000 orang itu memiliki seragam, senjata, dan dibentuk pada 1972 untuk menjaga keamanan publik. Kini RELA mengepung pekerja migran ilegal berupah murah, yang masuk ke Malingsia justru karena kebutuhan dan fasilitas yang juga diberikan sejumlah perusahaan di Malingsia.
"Saat bertugas, RELA didampingi polisi atau juga petugas imigrasi. Mereka sering beraksi pada malam hari tanpa surat tugas dan menyerbu para pekerja migran," demikian pernyataan HRW.
Berdasarkan peraturan di Malingsia, RELA diizinkan menangkap siapa saja yang dianggap layak menjadi korban tanpa surat tugas. RELA kebal hukum dan bebas menggunakan senjata.
HRW mengatakan RELA juga bertindak brutal terhadap manusia, memeras uang, mengambil telepon seluler, perhiasan, dan barang-barang keperluan rumah tangga milik pekerja asing.
Brad Adams, Direktur Asia HRW, mengatakan, "Sebaiknya RELA dibubarkan saja." HRW yang bermarkas di New York itu mengatakan RELA sering menggerebek pengungsi. Pekerja legal jadi sasaran dan identitas resmi mereka pun sering dilucuti untuk menunjukkan bahwa korban memang layak digerebek.
Pada 5 April 2007 RELA menangkap 20 pencari suaka dari Myanmar, padahal pengungsi itu diakui resmi oleh Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Akhir Maret 2007 anggota RELA mengambil Rp 4,5 juta dari sebuah rumah hunian pekerja Indonesia. Maret 2007 pekerja migran sah dari India ditahan selama empat hari.
Malingsia sebagai xenofobia
HRW menuduh Malingsia sebagai xenofobia dan menggunakan RELA untuk menciduk warga asing. HRW mengecam Malingsia yang tidak sadar akan identitasnya sebagai Asia.
Pemimpin Pasukan Keamanan Departemen Imigrasi Malingsia, Ishak Mohamed, mengabaikan pernyataan HRW dan mendukung semua tindakan RELA. Ishak mengatakan pekerja ilegal asing itu adalah musuh publik dan adalah tugas RELA untuk membasminya. (AP/AFP/MON)
Source: Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment