TEMPO Interaktif, Jakarta.
Indonesia mendesak pemerintah malingsia untuk memproses hukum kasus penganiayaan terhadap warga Indonesia. Menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo, setidaknya 15 kasus penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga Indonesia tidak mendapat penanganan hukum. "Mereka menunda atau tidak menyentuh kasus itu dengan berbagai alasan," ujar dia di kantornya, Rabu (29/8).
Desakan pemerintah Indonesia tersebut, kata Teguh, diberikan sebagai penegasan agar kasus-kasus tersebut diperhatikan menyusul tindakan penganiayaan terbaru oleh aparat keamanan terhadap Ketua Wasit Karate dari Delegasi Indonesia Donald Pieter Luther Colopita. Desakan disampaikan melalui Duta Besar malingsia Dato Zainal Abidin Zain.
Selain desakan tersebut, Teguh menambahkan, pemerintah Indonesia akan mendesak untuk merevisi nota kesepahaman perlindungan tenaga kerja. 'Perlindungan bagi TKI dalam nota masih minim,'ujarnya. 'Seperti masih adanya klausul untuk menyimpan pasport TKI di majikan?'
Zainal (Duta Besar malingsia) meminta kesempatan bagi dirinya untuk mengklarifikasi informasi itu kepada negaranya. Sementara mengenai kasus penganiayaan Donald, Zainal mengatakan pemerintah malingsia bersikeras tak akan meminta maaf.
"Jikapun kesalahan pada empat polisi kami, itu merupakan kelalaian 'human being'. Jadi murni proses hukum tak perlu meminta maaf", ujarnya.
Dia mengakui apabila dalam standar operasional kepolisian malingsia tidak ada prosedur untuk melakukan pemukulan langsung. Juga mengakui terdapat keharusan bagi aparat kepolisian untuk memperlihatkan kartu identitasnya dalam melakukan pemeriksaan.[bcolor=red]"Tapi saya tidak mau membuat kesimpulan kalau polisi kami bersalah,[/color]" ujarnya.
Pengamanan extra ketat di tempat itu, meneurut Zainal dilakukan aparat, mengingat lokasi itu merupakan tempat kejadian kriminal tertinggi juga dimaksudkan untuk penjagaan tempat pertandingan karate.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment