Thursday, August 30, 2007

Pelajar RI di Malingsia Minta JK Tak Hadiri HUT Malingsia

Jakarta - Kecaman demi kecaman dari Indonesia mengalir ke malingsia sebagai buntut pemukulan terhadap wasit karate Donald. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) malingsia pun meminta Wapres JK berani mengambil sikap dengan tidak menghadiri acara HUT ke-50 malingsia.

"Meminta kepada Wapres RI Bapak Jusuf Kalla untuk membatalkan kunjungannya ke malingsia pada 31 Agustus 2007 dalam rangka peringatan 50 tahun kemerdekaan malingsia." Demikian pernyataan sikap PPI malingsia dalam rilis yang diterima detikcom, Kamis (30/8/2007).

Dalam rilis yang ditandatangani Ketua Umum PPI malingsia Muhammad Iqbal tersebut, mereka juga meminta pemerintah Indonesia berani mengambil tindakan diplomatik dengan Kerajaan malingsia sebagai bentuk rasa kekecewaan. Tindakan tersebut juga sebagai upaya untuk menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional.

PPI malingsia juga mendesak pemerintah malingsia meminta maaf atas insiden tersebut. Kedatangan Donald ke malingsia adalah sebagai tamu resmi dan olahragawan.

"Meminta kepada Kerajaan malingsia untuk meminta maaf secara terbuka dan penyesalan atas insiden tersebutserta menyelesaikan kasus tersebut secara hukum," demikian bunyi tuntutan PPI malingsia.

Dubes Malingsia: Jikapun kesalahan pada 4 polis kami, itu kelalaian 'human being'

TEMPO Interaktif, Jakarta.
Indonesia mendesak pemerintah malingsia untuk memproses hukum kasus penganiayaan terhadap warga Indonesia. Menurut Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo, setidaknya 15 kasus penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga Indonesia tidak mendapat penanganan hukum. "Mereka menunda atau tidak menyentuh kasus itu dengan berbagai alasan," ujar dia di kantornya, Rabu (29/8).

Desakan pemerintah Indonesia tersebut, kata Teguh, diberikan sebagai penegasan agar kasus-kasus tersebut diperhatikan menyusul tindakan penganiayaan terbaru oleh aparat keamanan terhadap Ketua Wasit Karate dari Delegasi Indonesia Donald Pieter Luther Colopita. Desakan disampaikan melalui Duta Besar malingsia Dato Zainal Abidin Zain.

Selain desakan tersebut, Teguh menambahkan, pemerintah Indonesia akan mendesak untuk merevisi nota kesepahaman perlindungan tenaga kerja. 'Perlindungan bagi TKI dalam nota masih minim,'ujarnya. 'Seperti masih adanya klausul untuk menyimpan pasport TKI di majikan?'

Zainal (Duta Besar malingsia) meminta kesempatan bagi dirinya untuk mengklarifikasi informasi itu kepada negaranya. Sementara mengenai kasus penganiayaan Donald, Zainal mengatakan pemerintah malingsia bersikeras tak akan meminta maaf.

"Jikapun kesalahan pada empat polisi kami, itu merupakan kelalaian 'human being'. Jadi murni proses hukum tak perlu meminta maaf", ujarnya.

Dia mengakui apabila dalam standar operasional kepolisian malingsia tidak ada prosedur untuk melakukan pemukulan langsung. Juga mengakui terdapat keharusan bagi aparat kepolisian untuk memperlihatkan kartu identitasnya dalam melakukan pemeriksaan.[bcolor=red]"Tapi saya tidak mau membuat kesimpulan kalau polisi kami bersalah,[/color]" ujarnya.

Pengamanan extra ketat di tempat itu, meneurut Zainal dilakukan aparat, mengingat lokasi itu merupakan tempat kejadian kriminal tertinggi juga dimaksudkan untuk penjagaan tempat pertandingan karate.

Wednesday, August 29, 2007

Gendang Telinga Wasit Karate Donald Pecah

JAKARTA, KOMPAS- Kondisi Donald Luther Colopita, wasit karate Indonesia yang jadi korban kekerasan empat anggota polisi malingsia, Rabu (29/8), masih lemah. Dalam ruang inap 646 Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, Donald dibezuk Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault.

Didampingi CEO Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Adji Suptajitno AR, dokter Mariti Kartasasmita, ahli bedah yang menangani Donald, mengatakan, bahwa Donal dirawat di RSPP sejak Senin (27/8) petang, setelah trauma.

Seperti diberitakan, Donald sebelumnya sempat dirawat selama tiga hari di Rumah Sakit Tunku Jafaar, Seremban, Negeri Sembilan, malingsia, karena mengalami pendarahan dan luka memar di bagian kepala, bahkan bagian alat vitalnya, karena dihajar empat anggota polisi malingsia.

Dokter Mariti Kartasasmita menjelaskan, hasil pemeriksaan ternyata gendang telinga Donald pecah, karena dihantam cukup keras. "Ada kelainan pada telingga, yakni gendang telingganya pecah. Untung ia seorang karateka, kalau tidak ia sudah habis...," tandasnya.

Selain telingga, juga bagian putih mata Donald alami pendarahan, tapi ia masih bisa melihat. Dengan perjalanan waktu, mudah-mudahan ia cepat sembuh. "Walau kondisi telingganya berfungsi 25 persen saat ini, namun diharapkan nanti bisa sembuh 100 persen," tambah Mariti.

Bagian organ tubuh dalam, masih fungsional. Semua fungsional. Selama dalam pengawasan RSPP diharapkan Donald cepat sembuh. "Kami akan lakukan penanganan yang terbaik buat Donald," kata dokter spesialis bedah itu, kepada Menegpora Adhyaksa Dault.

Donald kepada Menegpora sempat menceritakan kejadian yang ia alami. Dan Adhyaksa Dault menilai hal itu sebagai perbuatan biadab, tak manusiawi.

Timah Panas Polisi Malingsia untuk TKI

Liputan6.com, Kuala Lumpur: Polisi malingsia pun terkenal "ringan tangan" pada tenaga kerja Indonesia. Bahkan, tak segan melontarkan timah panas. Pada Maret 2006, seorang TKI bernama Puji Lestari, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Banjarejo, Blora, Jawa Tengah, dipulangkan dalam peti jenazah. Perempuan itu tewas ditembak polisi malingsia.

Dalam dokumen yang dikirim Kepolisian Diraja malingsia disebutkan, korban menjemput ajal akibat ditembak aparat polisi di sana. Penembakan dilakukan setelah polisi menggerebek sebuah kamp TKI ilegal. Delapan orang ditangkap, termasuk Puji. Saat itulah korban diduga melawan, sehingga polisi menarik pelatuk pistol.

Nasib Unus bin Arte masih lebih baik. Pada Agustus 2004, razia terhadap pekerja asing ilegal di malingsia, khususnya di wilayah perkotaan, digelar. Unus, pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur, berusaha menghindari petugas yang tengah melakukan razia di kawasan Rawang, Selangor. Tindakan ini membuat paha kirinya koyak ditembus peluru.

Pemerintah RI lalu melayangkan nota protes keras pada pemerintah malingsia atas insiden ini. Tak lama berselang, Menteri Hal Ikhwal Dalam Negeri malingsia menyampaikan penyesalannya.(Liputan 6)

Bertemu Presiden, Menlu Malingsia Tak Minta Maaf

JAKARTA - malingsia berkomitmen menangani serius kasus penganiayaan wasit karate Indonesia Donald Pieter Luther Kolopita oleh empat anggota Polisi Diraja malingsia (PDM). Komitmen pemerintah negeri jiran itu ditunjukkan Menlu malingsia Hamid Albar dan Kepala PDM Musa Hasan yang kemarin secara khusus menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Kantor Presiden.

Dalam pertemuan selama 45 menit itu, Hamid Albar menyatakan bahwa pemerintah malingsia komitmen untuk menegakkan hukum yang berlaku. Artinya, keempat pelaku akan diproses secara hukum. Jika terbukti bersalah, mereka mendapat hukuman. Namun, selama pertemuan tersebut tak sepatah kata maaf terucap dari kedua pejabat malingsia itu.

SBY pun menyindir keengganan malingsia meminta maaf dalam kasus Donald tersebut. Menurut SBY, Indonesia tidak bisa memaksa pemerintah malingsia meminta maaf. "Saya berpendapat bahwa meminta maaf itu sesungguhnya bagian dari kepribadian," kata SBY kepada wartawan.

SBY mengingatkan, tahun lalu dirinya sebagai kepala pemerintahan pernah meminta maaf kepada malingsia dan Singapura terkait asap yang diakibatkan kebakaran lahan di Indonesia. "Dengan jiwa besar, waktu itu saya minta maaf. Nah, dalam konteks ini (kasus Donald Pieter L.K.), saya serahkan kepada pihak malingsia," tutur SBY.

Yang terpenting saat ini, lanjut SBY, hukum dan keadilan harus ditegakkan. Semangat persahabatan harus dipelihara. Termasuk, bagaimana mengelola masalah-masalah seperti itu dengan penuh pengertian sambil memahami perasaan bangsa (Indonesia).

Menurut SBY, pemerintah malingsia hanya menyampaikan komitmen dan tanggung jawab untuk membawa masalah tersebut ke proses hukum. Yakni, memberikan sanksi kepada siapa pun yang bersalah. "Tentu saja komitmen itu saya hargai dengan baik karena bagaimanapun masalah ini cukup serius," tandas SBY.

Usai bertemu dengan SBY, Menlu malingsia dan kepala PDM menggelar konferensi pers yang difasilitasi Seskab Sudi Silalahi. Menlu malingsia mengatakan, SBY menekankan bahwa hubungan malingsia dengan Indonesia adalah suatu hubungan yang kukuh, yang merangkum berbagai bidang yang membawa kebaikan untuk kedua negara.

Hamid Albar menegaskan, malingsia memandang serius kasus penganiayaan Donald. Pemerintah malingsia, kata Donald, sudah mengambil tindakan sesuai undang-undang kepada mereka yang bertanggung jawab. "Polisi malingsia telah mengambil tindakan segera dengan interdic," kata Hamid Albar.

Interdic dalam konteks UU malingsia adalah menonaktifkan (keempat pelaku) dan gajinya hanya dibayar sebagian. Apabila investigasi terbukti, mereka yang bersalah akan dibawa ke muka pengadilan. "Selama masa pertuduhan (sidang), (gaji) mereka tidak dibayar full. Kita memberikan keyakinan kepada rakyat Indonesia, kalau ada rakyat malingsia yang melakukan kesalahan kriminal, atau mencederai siapa pun, rakyat Indonesia tidak perlu khawatir," ujarnya.

Mengapa tidak mau meminta maaf? Hamid Albar menjawab, yang paling penting adalah sikap Kerajaan malingsia atas kejadian itu cukup tegas. Yakni, memproses secara hukum yang seadil-adilnya. "Jika kami meminta maaf atas kejadian, seolah kami sudah menghakimkan. Karena ada proses UU, lebih baik proses UU ditentukan. Kepatuhan terhadap UU sangat penting," kilah Hamid Albar.

Dia menegaskan, jika meminta maaf, seolah-olah pemerintah malingsia berada di balik peristiwa penganiayaan tersebut. "Ini adalah kasus yang dilakukan individu dan kami mengambil tindakan wajar. Karena itu, kita tunggu proses UU hingga selesai," tandasnya.

Kepala PDM Tan Sri Musa Hasan dalam pernyataannya justru melindungi keempat bawahannya yang menganiaya Donald. Menurut Tan, kejadian Jumat dini hari lalu itu disebabkan Donald melawan petugas. Menurut Tan, PDM malingsia giat melakukan operasi untuk mencegah kejahatan. Pada pukul 02.00, petugas melihat Donald berjalan seorang diri. Karena itu, petugas memeriksa identitas Donald. Tan justru meminta bukti kalau petugasnya sengaja menyerang.

Keterangan Tan itu langsung dipotong Sudi Silalahi yang berada di sampingnya. "Terima kasih, saya perlu klarifikasi. Saya tidak mengatakan bahwa jawaban Anda tidak tepat. Tapi, ini yang berbuat anak buahnya (PDM). Jadi, saya kira layak kalau seorang chief of police…," kata Sudi. Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Menlu malingsia Hamid Albar menyela. "Kita sama-sama bersetuju," kata Hamid Albar.

Sebelumnya, saat menghadiri seminar peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-malingsia di Hotel Shangri-La, Hamid Albar juga dikejar-kejar wartawan terkait sikap pemerintah malingsia yang dinilai kurang serius menangani kasus penganiayaan Donald. Dalam jumpa pers, Dato’ Seri Syed Hamid Albar mengaku menyesalkan tindakan tidak berperikemanusian tersebut.

"Kami punya undang-undang. Jadi, jika mereka terbukti bersalah, pengadilan akan menghukum mereka," ujarnya.

Kalangan DPR juga ikut merespons kasus tersebut. Anggota Komisi I (bidang luar negeri) DPR Mahfud M.D. mengatakan, pemukulan terhadap Donald sungguh menghina bangsa Indonesia. "Sudah beberapa kali malingsia melecehkan kita. Saya setuju pada usul Ketua Umum Forki Luhut B. Panjaitan agar Dubes Indonesia di malingsia ditarik ke Jakarta sampai masalah ini clear," kata guru besar ilmu hukum dari Universitas Islam Indonesia itu.

Anggota Komisi I lain, Yuddy Chrisnandi, mengatakan bahwa SBY tidak boleh tinggal diam atas penolakan meminta maaf pemerintah malingsia. "Nota protes harus dilayangkan kepada pemerintah malingsia, sekaligus tuntutan untuk mengadili pelaku kekerasan," kata Yuddy.

Ketua Fraksi FPPP Lukman Hakim Syaifuddin meminta pemerintah segera bersikap tegas kepada malingsia. Tak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa Komisi I DPR harus secepatnya memanggil Dubes malingsia di Indonesia untuk memberikan klarifikasi. "Kejadian itu sangat mengusik harga diri dan kedaulatan bangsa," ujarnya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno juga akan mengambil sikap atas pemukulan wasit kareta di malingsia itu. "Penyiksaan adalah pelanggaran karena berkonotasi tindakan menghakimi tanpa proses hukum dan juga merupakan pelanggaran HAM," tuturnya

Tuesday, August 28, 2007

SBY Prihatin Kasus Penganiayaan Wasit

JAKARTA - Kasus pengeroyokan yang dilakukan empat anggota polisi malingsia terhadap wasit karate Indonesia, Donald Pieter Luther Kolopita, membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono prihatin. Kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, SBY meminta agar ada langkah diplomasi untuk memprotes penganiayaan yang mengakibatkan korban terluka cukup parah itu.

Adhyaksa Dault usai diterima presiden menegaskan, penganiayaan oleh oknum Kepolisian Diraja malingsia itu sangat melukai perasaan bangsa Indonesia. " Besok (hari ini, Red) saya akan menemui Dubes malingsia Dato’ Zainal Abidin Muhammad Zain," katanya usai menemui SBY di Kantor Presiden kemarin (27/8).

Selain menemui Dubes malingsia di Jakarta, Indonesia sudah memprotes dengan menarik 22 atlet (karateka) dari Kejuaraan Karate Asia di Seremban, Negeri Sembilan, malingsia, yang rencananya berlangsung 20-27 Agustus 2007. Para karateka yang dipimpin Luhut Pandjaitan, ketua kontingen, itu kemarin tiba di Jakarta.

Adhyaksa juga mengaku sudah mengirimkan surat protes kepada Menteri Belia dan Sukan (Menpora malingsia) Datuk Seri Azalina Othman. "Saya minta Kepala Kepolisian Diraja malingsia menindak tegas pelaku dan meminta maaf kepada Indonesia," kata menteri asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Dia juga mendukung langkah Ketua Umum PB Forki Luhut Pandjaitan yang menarik tim Indonesia dari Kejuaraan Karate Asia yang diikuti 20 negara tersebut. "Coba Anda bayangkan, kita punya pelatih internasional yang dikira pendatang haram dan diperlakukan seperti itu. Bagaiman kalau itu warga negara biasa?," kata Adhyaksa.

DPR juga ikut merespons kasus tersebut. Anggota Komisi I (Bidang Luar Negeri) DPR Mahfud M. D. menyatakan, pemukulan terhadap Donald itu sungguh menghina bangsa Indonesia. "Sudah beberapa kali malingsia melecehkan kita. Saya setuju dengan usul Ketua Umum Forki Luhut B. Panjaitan agar Dubes Indonesia di malingsia ditarik ke Jakarta sampai masalah ini klir," kata guru besar ilmu hukum Universitas Islam Indonesia itu.

malingsia, kata Mahfud, harus fair dengan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku pemukulan. Akhir-akhir ini, kata Mahfud, intensitas pelecehan terhadap bangsa Indonesia di malingsia semakin tinggi. Para tenaga kerja wanita (TKW) merupakan korban paling banyak. "Komisi I DPR akan panggil Menlu. Dulu kita dianggap saudara tua yang berwibawa di ASEAN. Sekarang sudah sering dilecehkan," kata Mahfud.

Dari Kuala Lumpur, wartawan Jawa Pos Hafid Abdurrahman melaporkan, Polis Diraja malingsia (PDM) menyatakan akan serius menangani kasus penganiayaan terhadap Donald Peter Luther Kolopita. Penyidik sedang memeriksa intensif keempat petugas "ringan tangan" itu.

"Keempatnya ditangani dua markas kepolisian sekaligus. Yaitu, IPD (Ibu Pejabat Daerah, setingkat Polres) Seremban dan IPK (Ibu Pejabat Kontinjen, setingkat Polda) Negeri Sembilan. Namun, kami belum mendapatkan kepastian apakah keempatnya ditahan atau tidak," kata Senior Liaison Officer (SLO) Polri di KBRI Kuala Lumpur Kombespol Setyo Wasisto.

Menurut dia, kepastian penanganan terhadap empat anggota polisi tersebut disampaikan Kepala Polis Negeri Sembilan Mohd Noh Kandah ke KBRI. "Keempat anggota polisi itu dipastikan anggota reserse. Dua orang berpangkat lanskopral, dua orang lagi berpangkat konstabel," jelas Setyo.

Setyo yang berkoordinasi langsung dengan PDM mengatakan, dalam pemeriksaan, keempat polisi tersebut mencegat Donald untuk melakukan pemeriksaan. "Tapi, kami belum tahu, apa maksud pemeriksaan itu. Yang pasti, mereka bilang ingin memeriksa Donald," terangnya.

Menurut versi polisi, ketika hendak diperiksa, Donald menolak. Dia berusaha melawan, bahkan melarikan diri. Akibatnya, keempat polisi itu mengejar sehingga terjadi penganiayaaan tersebut.

"Keterangannya jauh berbeda dengan korban. Donald menjelaskan, begitu turun dari kendaraan, keempat polisi tersebut langsung mengeroyok tanpa menjelaskan maksud dan tujuannya menghajar korban," jelas Setyo.

Tiga saksi (teman Donald, sesama wasit karate asal Indonesia), masing-masing adalah Musakir Bado, Yani Mahdi, dan Haifendri Putih, yang diperiksa polisi malingsia mengatakan, ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan empat polisi terhadap Donald. Di antaranya, mereka tidak menunjukkan identitas terlebih dahulu ketika menangkap atau mengeroyok.

Fakta-fakta itu diungkapkan mereka dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kasus penganiayaan tersebut. Musakir yang tinggal di Jeneponto, Sulawesi Selatan, mengungkapkan, sekitar pukul 22.00 (Kamis, 23/8) mereka mengadakan rapat di Hotel Nilai, Seremban. Rapat tersebut dilakukan untuk menentukan jadwal tugas mereka sebagai wasit dalam pertandingan karate tingkat internasional.

Rapat berlangsung hingga Jumat, sekitar pukul 02.00. Usai rapat, Donald meninggalkan Hotel Nilai menuju Hotel Alson Kelanan, tempatnya menginap, dengan berjalan kaki.

Keesokannya, Musakir mendapat telepon bahwa Donald dirawat di Rumah Sakit Tunku Jaafar Seremban karena terluka parah. Dia lantas menuju rumah sakit itu untuk mengetahui kondisi kawannya tersebut.

Setibanya di rumah sakit, Donald menceritakan bagaimana dirinya dikeroyok empat polisi yang berpakaian preman usai meninggalkan hotel sekitar 60 hingga 70 meter. Saat itu, mereka tak menunjukkan kartu identitasnya sebagai anggota polisi.

Karena tak menunjukkan identitas, Donald menolak diperiksa sehingga timbul keributan. Ketika orang mulai ramai menyaksikan pertarungan tak seimbang itu, keempatnya baru menunjukkan kartu identitas. Donald lalu menunjukkan paspor kepada orang yang mengeroyoknya tersebut.

Namun, mereka tak menggubris. Sambil melepaskan pukulan, keempat polisi itu menarik Donald ke dalam mobil van, kemudian membawanya ke kantor polisi Nilai, Seremban.

Keterangan saksi Haifendri dalam BAP juga menarik untuk disimak. Dia mendatangi Donald di kantor polisi Nilai setelah ditelepon kawannya, Kiyani Mahadi (yang juga saksi). Di kantor polisi itu, dia bertemu seorang polisi, Inspektur Faizal.

Haifendri bertanya mengapa polisi tidak membawa Donald ke rumah sakit, meski kondisinya terluka parah. Inspektur Faizal menjawab bahwa Donald baru dibawa ke rumah sakit jika sudah dimintai keterangan. Selain itu, Faizal beralasan menunggu Datuk Nurdin, wakil presiden Asosiasi Karate malingsia.

Pada pukul 06.30, Datuk Nordin datang. Kemudian, Datuk Nordin dan Inspektur Faizal terlibat pembicaraan empat mata. Setelah itu, Datuk Nordin menjelaskan hasil diskusinya dengan Inspektur Faizal kepada Haifendri.

Pejabat olahraga malingsia tersebut menjelaskan, polisi akan membebaskan Donald jika tidak membuat laporan. Jika Donald membuat laporan, polisi akan melawan. Mereka juga akan melaporkan Donald karena berusaha menghalangi tugas polisi.

Saat itu, Haifendri mengaku tak menggubris tawaran tersebut. Dia tak ingin berdiskusi panjang lebar karena luka Donald begitu parah (pakaiannya berlumur darah). Lalu Haifendri memaksa polisi untuk membawa Donald ke rumah sakit.

Janji Adili Pemukul Wasit RI, Malingsia Tidak Minta Maaf

Pemerintah malingsia berjanji akan menindak tegas 4 polisi yang memukul wasit karate Indonesia, Donald Peter Luther Kolobita (47). Meski demikian, tidak ada permintaan maaf resmi dari pemerintah malingsia.

Hal ini disampaikan Menlu malingsia Datok Seri Syed Hamid Albar usai bertemu dengan Presiden SBY di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2007).

Ketika ditanya apakah ada permintaan resmi dari pemerintah malingsia atas insiden itu, Menlu menjawab dengan diplomatis.

"Saya pikir yang penting adalah sikap Kerajaan malingsia atas kejadian itu, yaitu perlu dilakukan proses pengadilan. Sebab itu kita meminta maaf seolah-olah kita sudah menghakimkan. Kita ada proses UU, maka lebih baik proses UU itu yang menentukan," kata Hamid Albar.

Hamid Albar menambahkan, tindakan tegas sudah diambil atas 4 aparat polisi yang memukuli wasit Indonesia. Mereka telah diskors dan gajinya hanya dibayar setengah.

Menurut dia, proses investigasi masih dilanjutkan. "Kalau investigasi selesai, mereka yang bersalah akan dibawa ke pengadilan untuk dituntut, dan gajinya tidak dibayar," ujarnya.

Hamid Albar meminta masyarakat Indonesia yakin bahwa setiap proses kriminal di malingsia dengan korban warga Indonesia akan diusut tuntas.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menyampaikan jawaban yang sama saat ditanya mengenai tidak adanya permintaan maaf resmi dari malingsia.

"Anda sudah dengar sendiri dari Menlu malingsia dan jawabannya seperti yang Anda dengar," sahut Sudi.

Donald menjadi salah satu wasit asal Indonesia dalam kejuaraan karate se-Asia di Seremban, Negeri Sembilan, malingsia. Dia dianiaya 4 polisi malingsia karena dianggap mirip dengan pelaku kejahatan yang diincar aparat setempat.

Monday, August 27, 2007

Wasit Korban Penganiayaan Masih Lemah

Liputan6.com, Jakarta: Donald Luther Colopita, wasit karate asal Indonesia yang dianiaya di malingsia, tiba di Tanah Air, Senin (27/8) siang. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, untuk menjalani perawatan mengingat kondisi tubuhnya masih lemah dan memprihatinkan [baca: Wasit Indonesia Dipukul].

Ibunda wasit karate internasional asal Indonesia itu pun tak kuasa menahan sedih saat menyambut anaknya. Donald tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tengerang, Banten, setelah terbang dari Kuala Lumpur, malingsia. Ia mengalami luka di sekujur tubuh hingga bagian kemaluannya pun bengkak setelah dianiaya empat polisi malingsia.

Menurut pemegang sabuk hitam Dan III ini, ia baru saja pulang dari pertemuan teknis bersama panitia Kejuaraan Karate se-Asia yang berlangsung di Serembam, Negeri Sembilan, malingsia. Dalam turnamen itu, Donald bakal menjadi wasit pertandingan. Namun, setelah keluar dari ruang pertemuan, ia dihampiri empat polisi. Donald langsung dihajar tanpa penjelasan apa pun.

Akibat pemukulan itu, Donald harus menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Negeri Jiran. Pemerintah Indonesia pun tak tinggal diam. Menurut Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, ia telah melayangkan surat protes ke pihak malingsia.

Adapun Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kualalumpur yang menangani kasus Donald sudah menerima laporan dari Polisi Diraja malingsia. Dalam laporan itu disebutkan, empat polisi yang menganiaya Donald sudah ditahan dan diskors dari tugas. Mereka bakal dijerat dengan pasal penganiayaan yang ancaman hukumannya maksimal tujuh tahun penjara.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

Saturday, August 25, 2007

Malingsia Berulah : Wasit Indonesia Dianiaya Polisi Malingsia

JAKARTA, KOMPAS - Indonesia mundur dari Kejuaraan Karate Asia, menyusul perlakuan yang dinilai sangat keterlaluan terhadap wasit karate Indonesia Donald Luther Colopita oleh kepolisian malingsia. Donald mengalami cedera dan kini dirawat intensif di Rumah Sakit Tunku Jafaar, Saremban, Negeri Sembilan, malingsia.

Ketua Umum PB Forki Luhut Pandjaitan, yang dihubungi ketika mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu (25/8) petang menegaskan, pengunduran diri ini sebagai sikap protes keras atas perlakuan polisi malingsia. "Kepala wasit kita, Donald Luther Colopita, dipukuli dengan alasan yang tak jelas, seperti menggebuki binatang saja," ujarnya.

Kondisi Donald kini sangat memprihatinkan. Luhut yang membezuknya ke rumah sakit melihat seluruh bagian muka Donald mengalami bengkak-bengkak, bahkan bagian alat vitalnya juga mengalami pembengkakan.

Insiden bermula ketika Donald dan wasit lainnya usai mengikuti technical meeting, Kamis malam hingga Jumat (24/8) dinihari. Karena pagi sekali, taksi tak ada. Lalu, Donald memilih jalan kaki ke hotel yang berjarak sekitar 1 km. Dalam perjalanan, tiba-tiba Donald didatangi polisi setempat yang langsung menghajarnya.

Menurut Luhut, pihaknya tidak bisa menerima perlakuan ini. Memperlakukan Donald seperti binatang. Ini sangat menjijikkan. Kejadian ini sangat memalukan. Seharusnya, selaku tuan rumah malingsia harus memberikan jaminan keamanan kepada setiap delegasi peserta yang ikut berpartisipasi.

"Kasusnya sudah dilaporkan ke kepolisian setempat. Atas kejadian ini, Indonesia tidak saja menarik diri dari Kejuaraan Karate yang diikuti 32 negara ini, tetapi juga akan membawa permasalahan ini ke Federasi Karatedo Dunia (WKF)," papar Luhut.